Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KABUPATEN SEMARANG DI UNGARAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN Unr Muhammad Husni Mubarok Bin Abdul Adhim Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Semarang Sektor Susukan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 10 Okt. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN Unr
Tanggal Surat Senin, 09 Okt. 2017
Nomor Surat 01/pid.Pra/2017/PN Unr
Pemohon
NoNama
1Muhammad Husni Mubarok Bin Abdul Adhim
Termohon
NoNama
1Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Semarang Sektor Susukan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERMOHONAN PRAPERADILAN

ATAS NAMA PEMOHON :

Muhammad Husni Mubarok Bin H. Adhim (alm)

 Atas ;

Penetapan sebagai Tersangka, Penangkapan serta Penahanan dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Kepolisian Sektor Susukan- Resor Semarang.

 MELAWAN

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Semarang Sektor Susukan

 Sebagai TERMOHON

 

Yang Di ajukan Oleh :

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

Lembaga Bantuan Hukum Jawa Tengah

(LBH JATENG)

 

 DI PENGADILAN NEGERI UNGARAN

 

 

 

 

 

Semarang, 04 Oktober 2017

Kepada Yang terhormat;

 

KETUA PENGADILAN NEGERI UNGARAN  

Jl Gatot Subroto, No. 16 Ungaran- Kab. Semarang

Di- Ungaran.

 

Hal    :     Permohonan Praperadilan atas Nama Muhammad Husni Mubarok bin H. Adhim (Alm) 

 

Dengan Hormat,

Berdasarkan surat Kuasa Khusus Tertanggal 29 September 2017, selanjutnya, perkenankanlah kami :----------------------------------------------

Hidayatun Rohman Al-Muflih, SH., MH., & Tandyono Adhi Triutomo, SH.,

kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor;

Lembaga Bantuan Hukum Jawa Tengah

(LBH JATENG) Jl.Kanguru Raya No.11 Gayamsari-Semarang

 

Dalam hal ini baik sendiri-sendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa;--------

Nama           : Muhammad Husni Mubarok bin Abdul adhim ;----------------

Umur            : 20 Tahun;----------------------------------------

Agama          : Islam;--------------------------------------------

Pekerjaan     : Penjaga Tambak;----------------------------------------------

Alamat         :  Desa Tambakbulusan RT 03 RW 02, Kecamatan

   Karangtengah, Kabupaten Demak.

Sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

selanjutnya disebut sebagai  -------------------------- PEMOHON

 

 

——————————–M E L A W A N——————————–

Kepolisian Negera Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Semarang Sektor Susukan- yang beralamat di Jl.Sruwen Karanggede, 50777 selanjutnya disebut sebagai -------------------------------TERMOHON.

Dengan ini Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai Tersangka, Penangkapan dan Penahanan dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Termohon.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Form of Regiminis, tentunya menjadi sebuah standart baku, mengenai Bentuk Institusi dalam negara dan Prosedur ketata negaraan, yang mengatur mengenai bentuk-bentuk organ dan bagaimana mengatur kekuasaanya, mencakup pula hubungan antar organ negara dan hubungan organ negara dengan masyarakatnya;-----------------------

 

Bahwa Dalam Form of Regiminis Negara Indonesia, dalam pasal 1 ayat (3), telah menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala sesuatu yang dilakukan dalam wadah negara, haruslah tunduk pada panglima tertingginya, yaitu : Hukum. Dengan juga menjadi sebuah ciri wajib negara hukum, bahwa pengakuan atas Human Right, menjadi satu kesatuan tak terpisahkan dalam “rule” nya. Sehingga, apabila dalam sebuah negara hukum, ada tindakan yang tidak berdasarkan ketentuan hukum, terlebih melanggar Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan didalamnya, maka ini merupakan sebuah tindakan in-konstitusional dan merupakan pencederaan atas Hak Asasi Manusia, yang seharusnya menjadi nyawa dalam sebuah negara hukum;-----

 

Bahwa Lembaga Praperadilan pada hakikatnya juga merupakan salah satu wujud implementasi negara hukum, lembaga ini hadir sebagai tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP, telah berpandangan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan atas kewenanganya. Hal ini bertujuan agar hukum dapat ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia tetap terjaga, walaupun seorang telah ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan, secara administratifnya. Di samping itu, Lembaga Praperadilan bertujuan sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (dalam Penjelasan Pasal 80 KUHAP).Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan harus lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dan Fairness dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, serta tidak melupakan asas Presumse of Innocence sebagai bentuk penerapan hukum yang beradab;--------------------------------------------------

 

Bahwa dalam kongkretnya, Praperadilan diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124. Adapun yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah : Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014,tanggal 28 April 2015, telah memperluas objek Praperadilan, sebagaimana kutipan dalam putusanya :-------------

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

dengan menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Bahwa Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”.Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu;.-----

 

Bahwa dalam pertimbangannya, Menurut Mahkamah, KUHAP tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti. “Hukum Acara Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of law secara utuh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan perolehannya” dalam salahsatu kutipan pertimbangan putusan oleh Mahkamah.Selanjutnya, mengingat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar), dan Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka dapat dan haruslah putusan in menjadi dasar pemeriksaan pada Lembaga Praperadilan;--------------------

 

Bahwa dalam faktanya, Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka, sebagaimana yang telah menjadi ketentuan dari Putusan Mahkamah Konstitusi, melalui putusanya No. 21/PUU-XII/2014,tanggal 28 April 2015. Untuk mendapatkan sebuah transparansi dan perlindungan hak, maka perlulah seorang diberikan kesempatan awal melakukan klarifikasi, atas kemungkinan keterlibatan pihak dalam sebuah kejadian pidana;---------------------

 

Bahwa, mengingat Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan penyidikan, maka : pendalaman sebuah perkara harus dilakukan dengan cermat, tidak malah justru membalik prosesnya dengan Menetapkan seorang sebagai tersangka dan melakukan penahanan atas dirinya, barulah dilakukan pemeriksaan. Jelas hal ini merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan asas dan semangat yang ingin diwujudkan dalam perumusan KUHAP sebagai “rule” pengaplikasian hukum pidana yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia didalamnya;-----------------------------------------------

 

Bahwa selanjutnya merujuk pada Surat Perintah Penangkapan : SP. Kap / 05/IX/2017/ Reskrimum, yang ditandatangani Penyidik Polsek Susukan- Resort Semarang, tertanggal 16 September 2017, didalam pertimbangan Surat Perintah Penangkapan atas Pemohon, menyebutkan bahwa :---------------

“Pertimbangan : Bahwa untuk kepentingan Penyelidikan dan atau Penyidikan, tindak pidana, dan dan atau bagi pelaku pelanggaran yang telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak datang tanpa alasan yang sah, maka perlu mengeluarkan surat perintah ini”

Bahwa Sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya, mengenai alasan Permohonan Praperadilan ini : bahwa Pemohon tidak pernah diperiksa sebelumnya, termasuk dalam hal ini tidak pernah menerima surat panggilan resmi dari penyidik/ Penyelidik dalam bentuk apapun, baik yang diterima oleh Pemohon maupun keluarga dilingkungan tempat tinggal Pemohon, termasuk lingkungan pemerintah/ perangkat desa tempat domisili tinggal Pemohon.SEHINGGA, APA YANG DITULISKAN DALAM PERTIMBANGAN SURAT PERINTAH PENANGKAPAN TERSEBUT, DALAM FRASA : “telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak datang tanpa alasan yang sah” ADALAH BENTUK PENCEDERAAN ATAS HUKUM DAN TINDAKAN SEWENANG-WENANG YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON SERTA BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU, SEHINGGA PENANGKAPAN TIDAK SAH DAN PEMOHON HARUS DILEPASKAN DARI SEGALA UPAYA PAKSA YANG DILAKUKAN TERMOHON;--------------------

 

Bahwa selanjutnya mempelajari dari apa yang dituliskan Termohon dalam pertimbangan Surat Perintah Penahanan : Surat Perintah Penangkapan : SP. Kap / 05/IX/2017/ Reskrimum, yang ditandatangani Penyidik Polsek Susukan- Resort Semarang, tertanggal 16 September 2017, dalam frasa :---------------------

“untuk kepentingan Penyelidikan dan atau Penyidikan tindak pidana, dan dan atau bagi pelaku pelanggaran”

Dari Frasa kalimat ini, bahwa penyidik telah salah memahami dan menerapkan hukum dalam penanganan tindak pidana.

Bahwa Penetapan status tersangka kepada seorang, adalah hasil akhir dari tindakan Penyelidikan dan Penyidikan.Merujuk pada KUHAP pasal 1 angka (1) s/d (5) jo Perkapolri 14 Tahun 2009 Tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana :

“Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:

1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan;

2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;

3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini;

4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan;

5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;”

Selanjutnya, dengan juga melihat aturan internal Penyidikan Polri, yang diatur melalui : Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2009 tentang managemen Penyidikan Tindak Pidana, pada  Paragraf 3, mengenai Upaya Paksa pada Pasal 26 dan 27 :

“Pasal 26

Upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi:

a. pemanggilan;

b. penangkapan;

c. penahanan;

d. penggeledahan;

e. penyitaan; dan

f. pemeriksaan surat.

 

Pasal 27

 

(1) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara

tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar Laporan Polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.

(2) Surat panggilan ditandatangani oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.

(3) Surat panggilan disampaikan dengan memperhitungkan tenggang waktu yang cukup paling lambat 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan.

(4) Surat panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada yang bersangkutan disertaidengan tanda terima, kecuali dalam hal:

a. yang bersangkutan tidak ada di tempat, surat panggilan diserahkan

melalui keluarganya, kuasa hukum, ketua RT/RW/lingkungan, atau kepala

desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan

tersebut segera akan disampaikan kepada yang bersangkutan; dan

b. seseorang yang dipanggil berada di luar wilayah hukum kesatuan Polri

yang memanggil, maka surat panggilan dapat disampaikan melaluikesatuan Polri tempat tinggal yang bersangkutan atau dikirimkan melalui

pos/jasa pengiriman surat dengan disertai bukti penerimaan pengiriman.

(5) Dalam hal yang dipanggil tidak datang kepada penyidik tanpa alasan yang sah, penyidik membuat surat panggilan kedua.

(6) Apabila panggilan kedua tidak datang sesuai waktu yang telah ditetapkan, penyidik menerbitkan surat perintah membawa.------------------------------------------------------------

Bahwa dari penjelasan diatas, didapatkan simpulan bahwa : Tindakan penyelidikan dan penyidikan, juga menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”.----------------------------------------------------------------

 

Bahwa patut diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Dalam istilah Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode/ sub, daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, hingga diserahkanya berkas lengkap tersebut, kepada penuntut umum;---------------------

 

Bahwa selanjutnya, Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan;------

 

Bahwa Termohon atas penerbitkanya Surat Perintah Penangkapan SP. Kap / 05/IX/2017/ Reskrimum, yang ditandatangani Penyidik Polsek Susukan- Resort Semarang, tertanggal 16 September 2017,tersebut, juga menjelaskan dalam : Pertimbanganya“bagi Pelaku Pelanggaran”, hal ini merupakan sebuah kegagalan faham dan benar-benar merupakan bentuk ketidak cermatan Termohon. Dituliskan selanjutnya dalam uraianya (Surat Perintah Penangkapan), adalah terkait dengan paal 372 dan/ atau 378, sehingga, apabila pasal ini dibaca sebagai sebuah Pelanggaran, dan atau dibaca sedemikian rupanya, maka Termohon benar-benar telah melakukan ketidak cermatan dan kegagalan faham atas hukum yang ingin ditegakkan;-----------------

 

Bahwa Penangkapan adalah salah satu upaya paksa yang dilakukan oleh aparat, yang langsung bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia, atas martabat dan kebebasanya, maka upaya ini haruslah sesuai dengan prosedur dan Bukan merupakan “langkah awal” penanganan sebuah perkara, namun merupakan upaya terakhir yang merupakan simpulan dari Penyelidikan/ Penyidikan tindak pidana. Pun apabila melihat bahwa Perlindungan Hak Asasi Manusia dan penghrgaan atas harkat martabat seorang oleh hukum yang dikedepankan dalam KUHAP, dalam hal penangkapan juga telah dituangkan dalam: ------------------------------------------------------

Pasal 19

(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari;

(2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.

Waktu penangkapan yang diberikan satu hari tersebut adalah diberikan untuk menjamin kepastian dan ketepatan yang akan di tangkap, hal ini merupakan makna Implisit yang harus dipahami bahwa segala bentuk upaya paksa merupakan langkah terakhir yang ditempuh, dalam menegakan hukum tanpa mencederai Hak Asasi Manusia serta harkat dan Martabatnya.--------------------------

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, berkaitan dengan Penangkapan, juga harus memenuhi persyaratan telah dipanggil secara layak 2 (dua) kali. Hal ini secara implisit dapat kita pahami bersama bahwa Perumus KUHAP, dalam membuat pasal per pasalnya, telah berupaya untuk berlaku secermat mungkin, agar Pelaksanaan Hukum Pidana bisa dijalankan dengan Fairness dan Ballance;------------------------------------------------------------

 

Bahwa Berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan. Berkenaan dengan Pemohon yang tidak pernah dilakukan upaya awal/ Pemeriksaan sebagai Calon Tersangka (dalam Penyelidikan). Dengan pula diberikan Dasar pertimbangan yang sama sekali tidak sesuai dengan Faktanya (soal Pemanggilan yang sah), maka upaya paksa Penangkapan Pemohon oleh Termohon, dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan dengan semua efek hukum atas penangkapan tersebut;-------------

 

 

Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 18 KUHAP ayat (1), telah diatur mengenai penangkapan dengan tata cara sebagai berikut :

Pasal 18 ayat (1)

Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa;

Bahwa selanjutnya dalam Faktanya, Pemohon ditangkap di sekitar 200 M (duaratus Meter) dari alamat rumah tempat tinggal domisili, saat Pemohon akan membeli sarapan di Depan MTs Islam Tambakbulusan, Demak,. Tiba- tiba didatangi dari Mobil Avanza warna Hitam dengan Plat Kendaraan 2 huruf depan “AD”, turun empat orang berpakaian Preman, tanpa menunjukan Surat dan/atau Penjelasan apapun, langsung menangkap dengan paksa dan memborgol tangan Pemohon;-------------------------------------------

 

Bahwa pemohon tidak tahu mengenai kejadian apa yang sedang menimpanya tersebut secara tiba-tiba, dan didalam Mobil tersebut, Pemohon oleh seorang yang mengaku Penyidik bernama Rumiyanto, menunjukan gambar Melalui handphone miliknya, berupa : Gambar Bak Truk berwarna Biru, dan kepada Pemohon dipaksa untuk mengakui bahwa Gambar tersebut adalah barang bukti atas tuduhan yang dilakukan terhadap diri Pemohon. Hingga selanjutnya Pemohon tiba di suatu tempat yang tidak diketahui dan dijelaskan sebelumnya, Pemohon dipaksa untuk menandatangani berkas-berkas yang tidak sempat dibaca ataupun dipelajari oleh Pemohon;---------------------------------------------------------------------

 

Bahwa setelah penangkapan hingga waktu pukul 22.30 WIB, barulah Pemohon diberikan kesempatan untuk menghubungi keluarganya dnegan hanya Melalui handphone milik penyidik bernama : Rumiyanto, yang pada intinya : Pemohon diminta untuk memberi kabar bahwa dirinya ditangkap dan berada dibawah wewenang Penyidik Polsek Susukan- Resort Semarang. Dan dikarenakan Pemohon hanya mengingat nomor handphone milik saudara jauhnya yang tinggal di Purwodadi- Grobogan, sehingga kepanikan yang dialami dalam keluarga, yang satu sisi tidak mengetahui dimana Pemohon berada, menjadi satu dalam kebingungan semua keluarga besar;------------------------------------

 

Bahwa hingga Permohonan ini disampaikan, tidak pernah ada satupun pemberitahuan resmi ataupun turunan salinan surat penangkapan atas diri Pemohon tidak pernah diterima pihak Keluarga dalam lingkungan Tinggal Pemohon. Hal ini jelas bertentangan dengan KUHAP pasal 18 Ayat (3) yang menyebutkan : “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”.

Sehingga, berdasarkan uraian diatas. Bahwa Pengakapan yang dilakukan kepada Pemohon oleh Termohon adalah Tidak sesuai Prosedur Hukum yang berlaku, sehingga mencederai Hak –hak Pemohon. Maka atas kesewenang-wenangan tindakan Penangkapan tersebut, haruslah dinyatakan Cacat Hukum dan Tidak Sah Penangkapan tersebut;----------------------------------------------------------

 

Bahwa setelah Pemohon ditangkap, selanjutnya dilakukan Penahanan oleh Termohon, namun dalam hal tersebut, Keluarga masih belum mengetahui mengenai status Pemohon dan keselanjutanya. Dikarenakan sejak sebelum Penangkapan tidak pernah ada Panggilan Pemeriksaan apapun, yang tiba-tiba dilakukan Penangkapan, selanjutnya pun dalam hal dilakukan penahanan atas diri Pemohon, Pada Faktanya : bahwa Pihak Keluarga pada Lingkungan Alamat Tempat Tinggal Pemohon tidak pernah mendapatkan surat apapun terkait Penahanan yang dilakukan oleh Termohon;---------------------------------------

 

Bahwa seharusnya, terhadap suatu tindakan Penahanan atas seorang, merujuk pada Ketentuan yang telah diatur dalam KUHAP Pasal 21 ayat (2) jo (3) :

(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan;

 

(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya;

 

Yang pada Faktanya, Pihak keluarga pada tempat tinggal domisili Pemohon tidak Pernah diberikan Keterangan resmi apapun atas kondisi dan status Pemohon oleh Termohon, hingga waktu Permohonan Praperadilan ini diajukan;----------------------------------

 

Bahwa tindakan Termohon lagi-lagi pada faktanya telah mencederai hak-hak Pemohon dalam Due Process Model penanganan perkaranya, yang jelas hal ini telah juga mencederai keselanjutnyan Hak yang seharusnya diperoleh Pemohon sebagaimana diatur dalam pasal 59 KUHAP :

“Pasal 59

Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.”

 

Berdasarkan uraian diatas tersebut, telah jelas bahwa Tindakan yang dilakukan Termohon, merupakan Pelanggaran atas perlindungan Hak- hak Hukum Pemohon, maka dari itu, penahanan yang tidak sah dan tidak sesuai Prosedur, serta peraturan yang berlaku, selanjutnya Pada Hakim yang memeriksa dan memutus perkara A Quo, Mohon dapat dapat menyatakan tidak sah/ cacat hukum dan selanjutnya membatalkan Penahanan atas diri Pemohon , Demi Hukum;----------------------------------------

 

Bahwa dalam Surat Perintah Penahanan : SP. Han/ 159/ IX/ 2017/ Reskrim, tertanggal 17 September 2017, dalam pertimbanganya dijelaskan :

“bahwa untuk kepentingan Penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka di Khawatirkan melarikan diri, merusak barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana, maka perlu dikeluarkan surat perintah ini”

Selanjutnya, merujuk pada Putusan Mahkamah Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014,tanggal 28 April 2015, menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Putusan ini didasarkan untuk mempertajam sisi Kepastian Hukumnya, karena dijelaskan dalam Pertimbangan mahkamah : dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, sehingga demi kepastian Hukumnya, harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP :

(1) Alat bukti yang sah ialah:

 

a. keterangan saksi;

b. keterangan ahli;

c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan terdakwa.

 

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dalam SP. Han/ 159/ IX/ 2017/ Reskrim, tertanggal 17 September 2017, haruslah menyebutkan dasar pertimbangan yang kongkret serta tunduk dan mengikuti ketentuan yang telah diputuskan oleh Mahkamah melalui putusanya No. 21/PUU-XII/2014,tanggal 28 April 2015. Sehingga, apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka Penahanan yang dilakukan atas Pemohon Harus Dihentikan dan Pemohon di Lepaskan, karena cacatnya hukum atas Penahanan tersebut;----------

 

Bahwa Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan Negara. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;-----------------------------------------

 

Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.Selanjutnya, menurut Sudikno Mertukusumo (dalam Hukum Pidana I) kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;----------------
Bahwa prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’.---------------------------------------

Berdasar pada alasan-alasan hukum dan fakta-fakta yuridis yang telah disampaikan diatas dalam permohonan ini, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Ungaran – berkenan menetapkan sebagai berikut :-----

 

Menerima permohonan Pemohon untuk seluruhnya beserta akibat hukumnya;------------------------------------------------

 

Menetapkan TIDAK SAH atas ;

Penetapan Termohon terhadap diri Muhammad husni Mubarok bin Abdul Adhim sebagai Tersangka atas adanya dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;-------------
 Penangkapan dan Penahanan oleh Termohon;---------

 

Menetapkan menghentikan penyidikan dan Penahanan atas diri Muhammad husni Mubarok bin Abdul Adhim ;------------

 

Memulihkan hak Muhammad husni Mubarok bin Abdul Adhim dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti semula;----------------------------------

 

Melepaskan dan/ atau membebaskan Muhammad husni Mubarok bin Abdul Adhim dari Penahanan pada Rumah Tahanan Negara di Polres Semarang, Jl. Gatot Subroto No. 85 Uingaran- Jawa Tengah;------------------------------------

 

Menetapkan biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.------------------------------------------------------

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Ungaran- yang memeriksa, mengadili Perkara ini dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Demikian Permohonan kami buat dengan seksama dan yang sebenarnya.

Hormat Kuasa Hukum Pemohon

 

Hidayatun Rohman Al-Muflih, SH., MH.

 

Tandyono Adhi Triutomo, SH.

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya